Burung Perkutut (Geopelia striata) banyak hidup di hutan-hutan dataran rendah. Sebagai burung yang masuk dalam suku Columbidae, perkutut mempunyai banyak kerabat dekat seperti peragam dan punai yang tersebar luas di seluruh dunia. Namun, khusus jenis perkutut penyebarannya hanya terbatas dari Semenanjung Malaya sampai Australia. Di Indonesia jenis perkutut cukup banyak. Penghobi membedakan perkutut yang ada sesuai dengan daerah asalnya, misalnya perkutut Sumatera, perkutut Jawa, perkutut Bali, dan perkutut Nusa Tenggara. Khusus untuk di Jawa, masih dibedakan lagi sesuai dengan asal daerah yang selama ini dikenal sebagai daerah penghasil perkutut berkualitas, misalnya perkutut Pajajaran, perkutut Mataram, perkutut Majapahit, perkutut Tuban, dan perkutut Madura. Di Jawa dulunya perkutut banyak dijumpai di daerah bersemak terbuka yang kering atau di pinggiran hutan yang berdekatan dengan pemukiman penduduk. Bahkan, dulu perkutut juga sering dijumpai mencari makan di ladang atau persawahan.
Umumnya perkutut hidup dan mencari makan secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Burung-burung ini biasanya makan di atas permukaan tanah. Tidak jarang ditemukan perkutut yang sedang minum secara bersamaan pada sumber air. Karena tidak mudah terganggu dengan kehadiran manusia dan bisa didekati dalam jarak beberapa meter, perkutut dikenal sebagai burung yang agak jinak. Bila merasa terancam, burung ini akan terbang cepat dan berhenti dalam jarak yang pendek atau bertengger di atas pohon yang tidak jauh dari tempat asalnya. Di alam bebas perkembang biakan perkutut tidak sebaik di breeding farm. Di alam bebas perkutut hanya bertelur dua sampai tiga kali setahun yang terjadi pada bulan Januari-September. Musim berbiak ditandai dengan pembuatan sarang oleh sepasang perkutut yang sedang berahi. Bentuk sarang agak datar dan tipis. Bagian bawah sarang dibuat dari kumpulan ranting yang agak kasar, sedangkan bagian atasnya dilapisi daun rerumputan kering atau serabut yang lebih halus. sarang umumnya diletakkan pada pohon atau semak yang tidak terlalu tinggi dari permukaan tanah.
Beberapa hari setelah sarang jadi, perkutut betina akan bertelur sebanyak dua butir. Telur ini berwarna putih dengan bentuk oval. Ukuran telur kurang lebih 22 X 17mm. Telur akan dierami secara bergantian oleh kedua induk selama kurang lebih dua minggu, setelah itu telur menetas. Anak perkutut yang baru menetas tampak berwarna merah, tidak mempunyai bulu, dan matanya masih tertutup. Pada saat seperti ini anakan masih memerlukan kehangatan dari tubuh induknya. Oleh karena itu, induk akan mengeraminya sampai tumbuhnya bulu (sekitar umur dua minggu). Anakan perkutut yang baru menetas oleh induknya diberi makan berupa susu yang dihasilkan oleh tembolok induknya. Proses penyusuan ini berjalan sesuai dengan naluri alamiah burung. Anak yang belum bisa melihat tersebut menyentuh-nyentuhkan paruhnya ke arah mulut induknya. Setelah mengena, anakan tersebut akan memasukkan kepalanya di tenggorokan induknya. Proses inilah yang dinamakan menyusu. Bersamaan masuknya kepala si anak ke tenggorokan induk, si induk akan memuntahkan isi tembolok yang berupa cairan dan langsung masuk ke mulut si anak. Proses penyusuan ini biasanya berlangsung sampai si anak keluar bulu atau sudah bisa terbang. Perkutut tangkapan hutan yang telah lama menjadi Hewan Peliharaan lazim disebut perkutut lokal. Perkutut tersebut biasanya sudah pandai manggung, tetapi sayang sulit diternak. Kendalanya perkutut lokal sangat lamban atau tidak mudah berkembang biak. Upaya menyilangkan induk jantan perkutut lokal dengan induk betina perkutut Bangkok juga lambat atau tidak selancar perkutut Bangkok murni. Akhirnya banyak yang memilih indukan jantan maupun betina perkutut Bangkok murni karena lebih efektif.
Perkutut-perkutut lokal tersebut sebenarnya dalam hal suara tidak terlalu berbeda jauh walaupun masing-masing mempunyai ciri khas. Perkutut dari satu daerah mempunyai perbedaan dengan perkutut dari daerah lain, tetapi perbedaannya tidak begitu mencolok. Bahkan, dalam hal ukuran atau berat badan hampir tidak berbeda. Perkutut tergolong dalam kelompok burung kecil (betina 19-21 cm dan jantan 20-24 cm) dengan berat antara 60-70 gram. Warna tubuh didominasi dengan warna cokelat dengan ekor agak panjang. Warna pada bagian kepala abu-abu dengan bagian belakang kecokelatan. Leher dan bagian sisinya bergaris halus. Bagian punggung berwarna cokelat dengan tepi-tepi bulu berwarna hitam. Bulu sisi terluar pada ekor berwarna agak kehitaman dan pada bagian ujungnya putih.
Iris (selaput pelangi mata) abu-abu agak kebiruan, paruh abu-abu, dan kaki merah jambu. Warna lain yang menjadi ciri khas perkutut adalah bulu pada punggung sayap, sisi leher, dada, dan bagian sisi badan berwarna cokelat agak keabu-abuan. Jenis perkutut lokal semakin hari semakin kurang diminati oleh penggemar perkutut terhadap suara yang semakin meningkat. Sekarang ini penggemar perkutut menuntut suara yang lebih bagus. Artinya, penggemar perkutut sekarang bukan hanya berpatokan pada munculnya suara depan, tengah, dan belakang saja, melainkan lebih berkembang lagi pada tarikan suara depan yang panjang, tekanan suara, bersihnya suara, dan sebagainya. Tambahan tuntutan tersebut jelas tidak bisa di peroleh dari burung tangkapan alam atau lokal, sebab umumnya suara burung lokal ringan dan datar. Oleh karena itu, tanpa disadari orang harus beralih pada perkutut hasil silangan. Hanya dengan cara silangan penggemar bisa memperoleh suara perkutut sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan cara silangan inilah akhirnya penggemar perkutut di tanah air minded dengan perkutut keturunan asal Bangkok (silsilah keturunan). Perkutut asal Bangkok tersebut umunya mempunyai kualitas suara yang bisa diandalkan, baik pada irama dan tekanan suara (depan, tengah, dan belakang) maupun powernya. Hal itu tidak lepas dari kepiawaian dari penangkar di sana yang memang diakui cukup ahli dalam soal silang-menyilang perkutut.
Umumnya perkutut hidup dan mencari makan secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Burung-burung ini biasanya makan di atas permukaan tanah. Tidak jarang ditemukan perkutut yang sedang minum secara bersamaan pada sumber air. Karena tidak mudah terganggu dengan kehadiran manusia dan bisa didekati dalam jarak beberapa meter, perkutut dikenal sebagai burung yang agak jinak. Bila merasa terancam, burung ini akan terbang cepat dan berhenti dalam jarak yang pendek atau bertengger di atas pohon yang tidak jauh dari tempat asalnya. Di alam bebas perkembang biakan perkutut tidak sebaik di breeding farm. Di alam bebas perkutut hanya bertelur dua sampai tiga kali setahun yang terjadi pada bulan Januari-September. Musim berbiak ditandai dengan pembuatan sarang oleh sepasang perkutut yang sedang berahi. Bentuk sarang agak datar dan tipis. Bagian bawah sarang dibuat dari kumpulan ranting yang agak kasar, sedangkan bagian atasnya dilapisi daun rerumputan kering atau serabut yang lebih halus. sarang umumnya diletakkan pada pohon atau semak yang tidak terlalu tinggi dari permukaan tanah.
Beberapa hari setelah sarang jadi, perkutut betina akan bertelur sebanyak dua butir. Telur ini berwarna putih dengan bentuk oval. Ukuran telur kurang lebih 22 X 17mm. Telur akan dierami secara bergantian oleh kedua induk selama kurang lebih dua minggu, setelah itu telur menetas. Anak perkutut yang baru menetas tampak berwarna merah, tidak mempunyai bulu, dan matanya masih tertutup. Pada saat seperti ini anakan masih memerlukan kehangatan dari tubuh induknya. Oleh karena itu, induk akan mengeraminya sampai tumbuhnya bulu (sekitar umur dua minggu). Anakan perkutut yang baru menetas oleh induknya diberi makan berupa susu yang dihasilkan oleh tembolok induknya. Proses penyusuan ini berjalan sesuai dengan naluri alamiah burung. Anak yang belum bisa melihat tersebut menyentuh-nyentuhkan paruhnya ke arah mulut induknya. Setelah mengena, anakan tersebut akan memasukkan kepalanya di tenggorokan induknya. Proses inilah yang dinamakan menyusu. Bersamaan masuknya kepala si anak ke tenggorokan induk, si induk akan memuntahkan isi tembolok yang berupa cairan dan langsung masuk ke mulut si anak. Proses penyusuan ini biasanya berlangsung sampai si anak keluar bulu atau sudah bisa terbang. Perkutut tangkapan hutan yang telah lama menjadi Hewan Peliharaan lazim disebut perkutut lokal. Perkutut tersebut biasanya sudah pandai manggung, tetapi sayang sulit diternak. Kendalanya perkutut lokal sangat lamban atau tidak mudah berkembang biak. Upaya menyilangkan induk jantan perkutut lokal dengan induk betina perkutut Bangkok juga lambat atau tidak selancar perkutut Bangkok murni. Akhirnya banyak yang memilih indukan jantan maupun betina perkutut Bangkok murni karena lebih efektif.
Perkutut-perkutut lokal tersebut sebenarnya dalam hal suara tidak terlalu berbeda jauh walaupun masing-masing mempunyai ciri khas. Perkutut dari satu daerah mempunyai perbedaan dengan perkutut dari daerah lain, tetapi perbedaannya tidak begitu mencolok. Bahkan, dalam hal ukuran atau berat badan hampir tidak berbeda. Perkutut tergolong dalam kelompok burung kecil (betina 19-21 cm dan jantan 20-24 cm) dengan berat antara 60-70 gram. Warna tubuh didominasi dengan warna cokelat dengan ekor agak panjang. Warna pada bagian kepala abu-abu dengan bagian belakang kecokelatan. Leher dan bagian sisinya bergaris halus. Bagian punggung berwarna cokelat dengan tepi-tepi bulu berwarna hitam. Bulu sisi terluar pada ekor berwarna agak kehitaman dan pada bagian ujungnya putih.
Iris (selaput pelangi mata) abu-abu agak kebiruan, paruh abu-abu, dan kaki merah jambu. Warna lain yang menjadi ciri khas perkutut adalah bulu pada punggung sayap, sisi leher, dada, dan bagian sisi badan berwarna cokelat agak keabu-abuan. Jenis perkutut lokal semakin hari semakin kurang diminati oleh penggemar perkutut terhadap suara yang semakin meningkat. Sekarang ini penggemar perkutut menuntut suara yang lebih bagus. Artinya, penggemar perkutut sekarang bukan hanya berpatokan pada munculnya suara depan, tengah, dan belakang saja, melainkan lebih berkembang lagi pada tarikan suara depan yang panjang, tekanan suara, bersihnya suara, dan sebagainya. Tambahan tuntutan tersebut jelas tidak bisa di peroleh dari burung tangkapan alam atau lokal, sebab umumnya suara burung lokal ringan dan datar. Oleh karena itu, tanpa disadari orang harus beralih pada perkutut hasil silangan. Hanya dengan cara silangan penggemar bisa memperoleh suara perkutut sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan cara silangan inilah akhirnya penggemar perkutut di tanah air minded dengan perkutut keturunan asal Bangkok (silsilah keturunan). Perkutut asal Bangkok tersebut umunya mempunyai kualitas suara yang bisa diandalkan, baik pada irama dan tekanan suara (depan, tengah, dan belakang) maupun powernya. Hal itu tidak lepas dari kepiawaian dari penangkar di sana yang memang diakui cukup ahli dalam soal silang-menyilang perkutut.