Minggu, 18 Maret 2012

Renungan : Dunia Dalam Sebutir Telur

Tersebutlah seorang Hisyam bin Hakam, sahabat sekaligus murid seorang Ja'far Ash-Shadiq, seorang guru yang turut serta memberikan ilmu bagi pendiri mazhab Hanafi, Abu Hanifah dan mazhab Maliki, Malik bin Anas. Suatu hari, Hisyam bin Hakam bertemu dengan seorang atheis, yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Sang Atheis itu bertanya : "Apakah Engkau, wahai Hisyam bin Hakam, percaya tentang adanya sang Pencipta?"

"Tentu", jawab Hisyam bin Hakam dengan teguhnya.

"Andai Dia berkuasa atas segala sesuatu, dapatkah DIA menempatkan seluruh dunia ini kedalam sebutir telur, tetapi telur itu tidak menjadi lebih besar, dan duniapun tidak menjadi lebih kecil?" Tanya Atheis itu.

Hisyam terdiam sejenak. "Berikan aku waktu untuk menjawabnya."

Akhirnya Hisyam memutuskan untuk menemui gurunya, Ja'far Ash-Shadiq. Ja'far mendengarkan perkataan Hisyam tentang pertanyaan orang Atheis tersebut. Beliau terdiam sejenak, kemudian tersenyum.

dunia dalam sebutir telur

"Hisyam, berapa banyak indra jasmani yang kau miliki di tubuhmu?" tanya Ja'far.

"Lima."

"Mana yang paling kecil dari kelima indra tersebut?"

"Mataku" Jawab Hisyam.

Ja'far tersenyum. "Berapa besar ukuran biji matamu?"

"Tidak lebih besar dari biji kurma, bahkan lebih kecil daripadanya."

"Lihatlah sekelilingmu Hisyam, diatasmu, dibawahmu, kiri dan kananmu, dan katakan, apa yang kau lihat."

"Aku melihat langit, aku melihat tanah, rumah-rumah, hutan, gunung, sungai, matahari dan bulan"

"Wahai Hisyam. Dia, Allah, yang mampu meletakkan semua benda yang kau lihat itu dalam sebuah benda sebesar biji kurma, pasti mampu menempatkan seisi alam semesta ini kedalam sebutir telur, sehingga dunia tidak menjadi lebih kecil, dan telur pun tidak menjadi lebih besar. " ujar Ja'far Ash-Shidiq.



Kadang kita tidak memahami bahwa Tuhan sang Pencipta begitu hebatnya dengan semua yang Dia hadirkan untuk manusia di Dunia ini. Sangat sedikit sekali dari kita yang bisa bersyukur atas hal-hal yang terasa kecil dan tak berarti.

Kita terlalu buta karena mata hati kita ditutupi oleh dosa dan tidak pernah bersyukur. Padahal, untuk menyadari dan mengerti akan Kebesaran Tuhan, kadang kita tidak hanya bisa melihat dengan mata kita, tetapi kita harus melihatnya dengan hati dan nurani kita.